BE SPOTLESS

Konsep tidak bercacat pertama kali muncul pada kisah Harun saat menyeleksi umat Israel yang layak menjadi imam dalam mempersembahkan bakaran bagi Allah. Di dalam Imamat 21 : 17-21 tercatat,



"21:17 "Katakanlah kepada Harun, begini: Setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya,

21:18 karena setiap orang yang bercacat badannya tidak boleh datang mendekat: orang buta, orang timpang, orang yang bercacat mukanya, orang yang terlalu panjang anggotanya,


21:19 orang yang patah kakinya atau tangannya,


21:20 orang yang berbongkol atau yang kerdil badannya atau yang bular matanya, orang yang berkedal atau berkurap atau yang rusak buah pelirnya.


21:21 Setiap orang dari keturunan imam Harun, yang bercacat badannya, janganlah datang untuk mempersembahkan segala korban api-apian TUHAN; karena badannya bercacat janganlah ia datang dekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya".



Pemahaman tidak bercacat pada Perjanjian Lama secara lahiriah dan dapat dinilai secara jasmani. Hal ini bertolak belakang dengan Perjanjian Baru yang dinyatakan 1 Petrus 2 : 9 yang ditujukan kepada orang Yahudi secara keseluruhan, dan umat Tuhan sebagai gerejaNya.


Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.



Pengertian tidak bercacat pada Perjanjian Lama tidak boleh dijadikan satu-satunya tolak ukur bagi umat Kristiani. Selama ini, konsep tanpa noda pada Perjanjian Lama telah disalah mengerti oleh runtutan generasi yang akhirnya terus menghasilkan buah yang buruk.



Kesalahpahaman manusia dalam memakai konsep di PL telah membawa penyimpangan pada aplikasinya dan terus diturunkan pada anak cucunya. Contohnya adalah munculnya para imam Farisi, orang Saduki dan ahli taurat. Mereka hanya berfokus dan mementingkan keadaan lahiriah dalam beribadah.



Orang-orang ini lebih mementingkan apa yang terlihat diluar, mencari penghormatan dari orang sekitar melalui kegiatan ibadah yang rutin mereka lakukan.



Pemahaman yang salah ini terus menerus berlanjut hingga akhirnya Rasul Paulus menulis di dalam surat Filipi 3 : 18 - 19,



3:18 Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus.


3:19 Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.



Manusia tidak pernah pusing ketika buah roh tidak terpenuhi, dan menyepelekan dosa yang mereka perbuat. Tetapi mereka cenderung kuatir dan bingung ketika perut kosong. Inilah salah satu bukti bahwa selama ini manusia secara tidak sadar telah dilingkupi oleh pemahaman yang salah mengenai tanpa noda dari segi lahiriah.



Saat ini, bergereja bukan tentang aktif melayani, mengalami kepenuhan. Tetapi perlu dikaji ulang apakah yang menjadi dasar motivasinya dalam ibadah.



Yesus Tuhan pernah menegur dengan keras orang Farisi yang tercatat pada Matius 23 : 26 - 27 ,



26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.


27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.



Melalui ungkapan Yesus tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak bercacat tidak hanya ditinjau dari segi lahiriah, tetapi justru diawali dalam diri kita.



Tidak bercacat harus dipahami dalam kerangka kedatangan Yesus yang kedua. Jadi ketidakcacatan harus didapati dalam menyambut kedatangan Yesus Kristus. Orang Yahudi memulai ketidakcatatannya dari sisi jasmani. Tapi Tuhan menuntut kita untuk memulainya dari roh. Hal ini tertulis di dalam 1 Tesalonika 5 : 23,



Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.



Orang percaya yang lahir baru masih sering jatuh bangun dalam dosa. Hal ini dikarenakan ia memiliki prioritas yang salah dalam mengusahakan hidup kudus. Jika dimulai dari tubuh / fisik, kekudusan tidak akan terjaga lama, karena daging ini lemah. Sebaliknya kalau prioritas itu adalah roh maka roh akan menguasai jiwa dan mengarahkan tubuh untuk bergerak sesuai dengan kehendak Tuhan.



Poin terpenting kedua setelah memulai dengan roh ialah terus memenuhi hidup dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan yang kita baca dan renungkan akan berdiam dalam suatu tempat didalam kita. Ibrani 4 : 12 menyatakan,



4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.



Firman Tuhan akan menjadi lapisan pelindung baru dalam antara jiwa dan roh yang akan membantu kita menjadi tidak bercacat dalam menyambut kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya.



Hidup ini tidak mudah. Tetapi hidup akan menjadi mudah ketika roh dan Firman menyatu. Orang kudus dapat jatuh dalam dosa tetapi tidak hidup dalam dosa.



Mari kita hidup tanpa bercacat dalam menyambut kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya dengan prioritas roh kita dan Firman Tuhan.