Ironis adalah sebuah keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan hati dan pikiran kita. Setiap orang selalu mengharapkan yang terbaik untuk dirinya, oleh karena itu pasti mempunyai impian atau keinginan yang baik pula.
Tetapi, seringkali kita menjumpai bahwa apa yang terjadi tidaklah sesuai dengan harapan kita. Kadang, kita bahkan bertanya-tanya, bukankah Tuhan berkata bahwa Ia selalu menyertai kita ? Namun mengapa keadaan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan ?
Dalam Ayub 1:1 dikatakan bahwa: “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur. Ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Tetapi, jika kita membaca ayat-ayat selanjutnya, yang terjadi pada Ayub adalah ironis. Anak-anaknya mati, harta bendanya habis, ia terkena penyakit, bahkan istrinya menyuruhnya untuk mendustai Tuhan.
Terkadang kita juga berada di posisi seperti itu. Kita sudah taat dan beribadah pada Tuhan, doa puasa, pelayanan, menabur, memberi perpuluhan, dan setia pada Tuhan. Tetapi yang terjadi adalah ironis, kita tetap saja mengalami masa-masa sulit. Banyak orang yang mengalami kejadian ironis lalu berpaling dan meninggalkan Tuhan. Namun Ayub tetap setia.
Mengapa kejadian ironis diijinkan Tuhan terjadi dalam hidup kita ?
1. Ayub 42:5 ”Hanya dari kata orang saja aku mendengan tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Ayat ini berbicara mengenai pengenalan. Mungkin selama ini kita mengetahui tentang Tuhan dari kotbah-kotbah para pendeta, dari buku-buku rohani, dari persekutuan-persekutuan yang kita ikuti, dll. Tetapi, pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Tuhan ingin mengajarkan pengenalan itu secara pribadi. Karena, tingkat pengenalan kita akan Tuhan mempengaruhi:
Kedalaman hubungan kita untuk membentuk dasar yang kuat di dalam Tuhan. Sedalam apa kita mengenal Tuhan kita? Jika pengenalan kita hanya sebatas mujizat, maka suatu saat pasti kita akan kecewa karena Tuhan kita bukanlah Yesus Kristus, tetapi mujizat itu sendiri.
Sikap hati kita. Jika seseorang mengenal Yesus dengan sungguh-sungguh, maka ia akan mempunyai sikap yang berbeda pada Tuhan dan sesamanya. Sikap berbicara tentang keseriusan kita mengikuti Tuhan. Serius berarti melibatkan seluruh kehidupan kita dan berfokus hanya pada Tuhan.
Ayub menemukan mutiara yang terpendam itu, yaitu pengenalan akan Tuhan. Tingkat pengenalan akan Tuhan mempengaruhi tingkat keberanian iman kita. Jika kita menghadapi tantangan, maka tingkat pengenalan itulah yang akan menentukan. Kita mengenal Tuhan yang akan selalu menyertai kita, bukan meninggalkan kita.
2. Matius 18:19-20 ”Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Ayat ini berbicara mengenai hubungan. Tuhan mau mengajarkan mengenai hubungan.
Mengapa iblis selalu mengacaukan hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Tuhan ? Karena hubungan adalah substansi dasar dalam hidup. Jika kita tidak punya hubungan dengan Tuhan, maka kita tidak akan punya akses untuk mengenal Dia.
Yang menjauhkan kita dari Tuhan adalah dosa, oleh karena itu Yesus datang dan mati di kayu salib untuk memulihkan hubungan itu. Tuhan yang memiliki inisiatif untuk memperbaiki hubungan itu karena Dia benar-benar perduli. Tuhan juga berkata agar kita tidak menjauhkan diri dari persekutuan.
Hubungan itu menghidupkan, membuat orang bergairah, menguatkan, dan menyembuhkan.
Oleh karena itulah, iblis selalu berusaha menyuntikkan kebencian untuk menjauhkan kita dari orang lian. Oleh karena itu kita harus menjaga hubungan baik dengan Tuhan agar hubungan kita dengan sesama juga bisa terjaga dengan baik.
3. Kejadian 1:25-28 ”...Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya... (ayat 27). Ayat ini bicara mengenai potensi ilahi. Allah menciptakan manusia sesuai dengan gambarNya, oleh karena itu potensi ilahi pasti ada dalam setiap kita. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, potensi ilahi itu hilang. Namun, akhirnya Yesus datang untuk memiulihkan potensi itu dalam diri setiap kita. Potensi ilahi itu sendiri diperlengkapi dengan :
”Allah memberkati mereka...” (ayat 28). Hal pertama yang diberikan adalah berkat. Berkat itu sendiri adalah kemampuan ilahi untuk menjadi berhasil. Berkat tidak selalu berbicara tentang materi atau kekuasaan (hal ini adalah sisi lain dari berkat). Pertanyaannya adalah: Mengapa kita tidak bisa berhasil? Hal itu adalah karena kesalahan kita sendiri. Kesuksesan tidak dilihat dari apa yang kita miliki, tetapi dari pengaruh Kerajaan Allah yang kita bawa bagi orang-orang di sekitar kita.
”...berkuasalah...” (ayat 28). Kita juga diberi kuasa / anointing. Tuhan mendesain kita untuk mengatasi permasalahan, bukan diatasi permasalahan. Setiap orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Kita semua punya kuasa untuk mengatasi itu, tetapi kebohongan yang iblis berikan adalah: minder, ketidakpercayaan diri bahwa kita mampu mengatasi masalah itu.
Kita semua punya potensi ilahi yang harus kita kembangkan. Jangan sampai suatu saat Tuhan datang dan meminta potensi itu.
4. Ulangan 8:2-3 ”...Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kau kenal, dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.”
Tuhan ingin merendahkan hati kita dan membentuk hati hamba. Kemurnian hati harus muncul dalam setiap hati umat Tuhan. Jika ada yang murni, pasti juga ada yang palsu. Jangan sampai kita menjadi orang Kristen palsu. Karunia, urapan, atau kuasa tidak menarik hati Tuhan. Yang paling menarik hati Tuhan adalah kemurnian hati. Jangan sampai kita tersandung karena kepalsuan. Suatu saat yang murni dan yang tidak murni pasti akan dipisahkan. Tuhan memang penuh kasih, tetapi ketegasanNya tidak bisa ditawar.
Sekalipun kita sedang dalam keadaan yang ironis. Sekalipun tampaknya Tuhan tidak menolong kita sekarang, mari kita terus memiliki hati yang mengasihi Tuhan. Tuhan sedang mencari keempat hal itu dalam hidup setiap kita.