DUSTA VS JUJUR

Fakultas kedokteran Temple University pernah mengadakan penelitian menarik tentang kebohongan. Mereka membentuk dua kelompok. Kelompok pertama diminta menceritakan sebuah kebohongan. Kelompok kedua diminta untuk berkata benar. Selama aktivitas itu, respons otak mereka dianalisa dengan mesin MRI. Hasilnya mencengangkan. Ternyata para "pembohong" mengaktifkan sembilan area di otaknya, sedangkan orang yang berkata jujur hanya memakai empat area. Untuk berdusta, ternyata otak bekerja dua kali lebih keras.

Berdusta itu mahal ongkosnya. Tidak hanya melelahkan otak, tetapi juga menambah dosa. Ananias dan Safira menanggung akibat serius akibat berdusta. Ini gara-gara mereka memberi persembahan dengan motivasi salah: ingin dapat nama. Meniru anggota jemaat lain, mereka pun menjual tanah, namun hasilnya hanya dipersembahkan sebagian. Ketika ditanya, mereka mengaku sudah memberi semuanya. Agar dikenal sebagai dermawan atau donatur utama gereja, mereka rela berbohong di hadapan Tuhan dan jemaat.

Godaan berbohong muncul saat kita ingin orang memandang kita lebih dari siapa kita sebenarnya. Lalu kita mulai membual. Mengarang cerita hebat tentang diri kita. Menampilkan kesan betapa rohaninya hidup kita. Betapa harmonisnya keluarga kita. Topeng tebal kita pakai, supaya dianggap "orang berkelas". Betapa melelahkannya hidup seperti itu.
Seorang pendusta akan dibenci Tuhan dan tak dipercaya sesama. Reputasinya bakal mati. Lebih baik, jujurlah tentang diri kita. Apa adanya. Anda tak perlu jadi orang hebat. Cukup jadi orang bersahaja.

Matius 5 : 37
Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.